- Back to Home »
- PKN »
- Pembentukan ASEAN
Minggu, 05 Januari 2020
ASEAN
Menjelang
berakhirnya konfrontasi Indonesia-Malaysia, beberapa pemimpin bangsa-bangsa
Asia Tenggara semakin merasakan perlunya membentuk suatu kerjasama regional
untuk memperkuat kedudukan dan kestabilan sosial ekonomi di kawasan Asia
Tenggara. Pada tanggal 5-8 Agustus di Bangkok dilangsungkan pertemuan
antarmenteri luar negeri dari lima negara, yakni Adam Malik (Indonesia), Tun
Abdul Razak (Malaysia), S Rajaratman (Singapura), Narciso Ramos (Filipina) dan
tuan rumah Thanat Khoman (Thailand). Pada 8 Agustus 1967 para menteri luar
negeri tersebut menandatangani suatu deklarasi yang dikenal sebagai Bangkok
Declaration.
Deklarasi tersebut merupakan
persetujuan kesatuan tekad kelima negara tersebut untuk membentuk suatu
organisasi kerja sama regional yang disebut Association of South East Asian
Nations (ASEAN).
Menurut Deklarasi Bangkok,
Tujuan ASEAN adalah:
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi,
kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di Asia Tenggara.
2.
Memajukan stabilisasi dan perdamaian regional
Asia Tenggara.
3. Memajukan kerjasama aktif dan
saling membantu di negara- negara anggota dalam bidang ekonomi, sosial, budaya,
teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi.
4.
Menyediakan bantuan satu sama lain
dalam bentuk fasilitas-fasilitas latihan dan penelitian.
5. Kerjasama yang lebih besar dalam
bidang pertanian, industri, perdagangan, pengangkutan, komunikasi serta usaha
peningkatan standar kehidupan rakyatnya.
6.
Memajukan studi-studi masalah Asia
Tenggara.
7. Memelihara dan meningkatkan
kerjasama yang bermanfaat dengan organisasi-organisasi regional dan
internasional yang ada.
Dari tujuh
pasal Deklarasi Bangkok itu jelas, bahwa ASEAN merupakan organisasi kerjasama
negara-negara Asia Tenggara yang bersifat non politik dan non militer.
Keterlibatan Indonesia dalam ASEAN bukan merupakan suatu penyimpangan dari
kebijakan politik bebas aktif, karena ASEAN bukanlah suatu pakta militer
seperti SEATO misalnya. ASEAN sangat selaras dengan tujuan politik luar negeri
Indonesia yang mengutamakan pembangunan ekonomi dalam negeri, karena
terbentuknya ASEAN adalah untuk mempercepat pembangunan ekonomi, stabilitas
sosial budaya, dan kesatuan regional melalui usaha dengan semangat
tanggungjawab bersama dan persahabatan yang akan menjamin bebasnya kemerdekaan
negara-negara anggotanya.
Kerjasama
dalam bidang ekonomi juga merupakan pilihan bersama para anggota ASEAN. Hal itu
disadari karena negara-negara ASEAN pada saat itu adalah negara-negara yang
menginginkan pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian kerja sama dalam bidang
lain seperti bidang politik dan militer tidak diabaikan. Indonesia dan Malaysia
misalnya melakukan kerja sama militer untuk meredam bahaya komunis di
perbatasan kedua negara di Kalimantan.
Malaysia
dan Thailand melakukan kerja sama militer di daerah perbatasannya untuk meredam
bahaya komunis. Akan tetapi Deklarasi Bangkok dengan tegas menyebutkan bahwa
pangkalan militer asing yang berada di negara anggota ASEAN hanya bersifat sementara dan
keberadaannya atas persetujuan negara yang bersangkutan.Pada masa-masa awal
berdirinya ASEAN telah mendapat berbagai tantangan yang muncul dari
masalah-masalah negara anggotanya sendiri. Seperti masalah antara Malaysia dan
Filipina menyangkut Sabah, sebuah wilayah di Borneo/Kalimantan Utara. Kemudian
persoalan hukuman mati dua orang anggota marinir Indonesia di Singapura,
kerusuhan rasialis di Malaysia, dan permasalahan minoritas muslim di Thailand
Selatan.
Akan
tetapi, semua pihak yang terlibat dalam permasalahan-permasalahan tersebut
dapat meredam potensi konflik yang muncul sehingga stabilitas kawasan dapat
dipertahankan.Aktivitas ASEAN dalam bidang politik yang menonjol adalah dengan
dikeluarkannya Kuala Lumpur Declarationpada 27 November 1971. Deklarasi
tersebut merupakan pernyataan kelima menteri Luar Negeri ASEAN yang menyatakan
bahwa Asia Tenggara merupakan zone of peace, freedom and
neutrality(ZOPFAN)/Zona Bebas Netral, bebas dari segala campur tangan pihak
luar. Dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN yang pertama di Bali pada 1976
masalah kawasan Asia Tenggara sebagai wilayah damai, bebas dan netral telah
berhasil dicantumkan dalam “Deklarasi Kesepakatan ASEAN” dan diterima sebagai
program kegiatan kerangka kerja sama ASEAN.
Selain
menghadapi permasalahan-permasalahan yang muncul dari negara-negara anggotanya
sendiri, seperti potensi konflik yang telah dijelaskan sebelumnya. Tantangan
ASEAN pada awal berdirinya adalah masalah keraguan dari beberapa negara-negara
anggotanya sendiri. Singapura misalnya, menampakan sikap kurang antusias
terhadap ASEAN, sementara Filipina dan Thailand meragukan efektivitas ASEAN
dalam melakukan kerja sama kawasan. Hanya Indonesia dan Malaysia yang
menunjukkan sikap serius dan optimis terhadap keberhasilan ASEAN sejak
organisasi tersebut didirikan.
Selain
sikap meragukan yang muncul dari beberapa negara anggotanya, tantangan lainnya
adalah munculnya citra kurang menguntungkan bagi ASEAN dari beberapa negara
luar. RRC menuduh bahwa ASEAN merupakan suatu proyek “pemerintah fasis
Indonesia” yang berupaya menggalang suatu kelompok kekuatan di kawasan Asia Tenggara
yang menentang Cina dan komunisme. RRC juga menuduh bahwa dalang dari kegiatan
yang diprakarsai oleh “pemerintah fasis Indonesia” tersebut adalah Amerika
Serikat. Uni Soviet tidak menunjukkan sikap penentangan, tetapi menganjurkan
agar ASEAN digantikan oleh sebuah lembaga keamanan bersama bangsa-bangsa Asia,
yaitu Asian Collective Security System. Citra kurang menguntungkan dari ASEAN
juga muncul dari Jepang. Jepang bahkan meramalkan ASEAN akan bubar dalam waktu
yang singkat. Sikap dan penilaian berbeda dari negara luar ASEAN muncul dari
negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat. Mereka menyambut positif
berdirinya ASEAN. Hal itu dapat dipahami karena negara-negara Barat sangat
menginginkan suatu kawasan damai dan perkembangan ekonomi di kawasan tersebut
untuk meredam bahaya komunisme di Asia Tenggara.
Keraguan
beberapa negara anggota ASEAN sendiri dapat dimaklumi karena pada masa
1969-1974 dapat dikatakan sebagai tahap konsolidasi ASEAN. Pada tahap tersebut
secara perlahan rasa solidaritas ASEAN terus menebal dan hal itu menumbuhkan
keyakinan bahwa lemah dan kuatnya ASEAN tergantung partisipasi negara-negara
anggotanya. Pada perjalanan selanjutnya ASEAN mulai menunjukkan sebagai
kekuatan ekonomi yang mendapat tempat di wilayah Pasifik dan kelompok ekonomi
lainnya di dunia seperti Masyarakat Ekonomi Eropa dan Jepang.
Bidang
sosial dan budaya pun menjadi perhatian ASEAN, melalui berbagai aktivitas
budaya diupayakan untuk memasyarakatkan ASEAN terutama untuk kalangan remaja,
seniman, cendikiawan dan berbagai kelompok masyarakat lainnya di negara-negara
anggota. Untuk itu, ASEAN pada 1972 telah membentuk suatu Panitia Tetap
Sosial-Budaya.Perkembangan organisasi ASEAN semakin menunjukkan perkembangan
yang positif setelah dalam KTT pertama di Bali pada 1976 dibentuk Sekretariat
Tetap ASEAN yang berkedudukan di Jakarta. Pada sidang tahunan Menteri Luar
Negeri ASEAN di Manila tanggal 7 Juni 1976, H.R. Dharsono (Sekretaris Jenderal
Nasional ASEAN Indonesia) ditunjuk sebagai Sekretaris Jenderal ASEAN yang pertama.
Akan tetapi karena persoalan politik dalam negeri Indonesia, H.R. Dharsono
ditarik dari jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal ASEAN dan digantikan oleh
Umarjadi Njotowidjono.
Pada KTT
ASEAN di Bali tahun 1977 telah memperkuat Deklarasi Kuala Lumpur dan telah
berhasil menetapkan prinsip-prinsip program kerja dalam usaha bersama untuk
menciptakan stabilitas politik, memperat kerjasama ekonomi, sosial dan budaya.
KTT Bali telah berhasil menetapkan cara-cara yang lebih kongkret dan terperinci
dan usaha-usaha kerja sama regional ASEAN. Tindak lanjut dari KTT di Bali
tersebut adalah dilakukannya sidang menteri-menteri ekonomi ASEAN di Kuala
Lumpur pada 8-9 Maret 1977 untuk melaksanakan keputusan-keputusan KTT ASEAN di
bidang kerjasama ekonomi. Dalam sidang menteri-menteri ekonomi tersebut
disetujui asas saling membantu antarnegara ASEAN dalam bidang pangan dan
energi, terutama dalam soal pengadaan dan produksinya.
Secara
kongkrit masing-masing negara ASEAN membangun lima buah proyek bersama.
Kerjasama yang dimaksud adalah koordinasi antara satu dengan lainnya. Dalam
bidang perdagangan telah disepakati untuk mengambil langkah-langkah bersama
guna mengadakan dialog dengan negara-negara Australia, Kanada, Amerika Serikat,
Jepang, negara-negara Timur Tengah, Eropa Timur, Masyarakat Ekonomi Eropa dan
berbagai kelompok negara lainnya.
Kerjasama
antar negara-negara di kawasan Asia Tenggara merupakan suatu upaya kongkret
Indonesia untuk menciptakan stabilitas kawasan. Indonesia menyadari kenyataan
bahwa kerjasama regional itu tidak akan berhasil meningkatkan kemakmuran
nasional dan regional bangsa-bangsa di Asia Tenggara dengan sebaik-baiknya,
jika tidak ada keamanan dan stabilitas di kawasan tersebut. Itulah sebabnya
Indonesia senantiasa berusaha membantu pihak-pihak yang bersengketa untuk
mencari penyelesaian dalam masalah Indocina. Indonesia berpendapat bahwa
penyelesaian Indocina secara keseluruhan dan Vietnam khususnya sangat penting
artinya dalam rangka memelihara keamanan dan menciptakan stabilitas di Asia
Tenggara.Indonesia kemudian berinisiatif menyelenggarakan konferensi untuk
menyelesaikan masalah Kamboja dalam rangka mencegah semakin luasnya perang
Vietnam. Atas inisiatif Indonesia, diselenggarakan suatu konferensi di Jakarta
pada 15-17 Mei 1970 yang dihadiri oleh sebelas negara yaitu Indonesia,
Malaysia, Laos, Vietnam Selatan, Filipina, Jepang, Korea Selatan, Thailand,
Singapura, Australia dan Selandia Baru. Konferensi tersebut tidak membuahkan
hasil secara kongkrit, tetapi telah memberikan saran-saran bagi penyelesaian
konflik.
Indonesia
telah berupaya untuk menyumbangkan jasa baiknya guna meredam potensi konflik
dan konflik bersenjata di Asia Tenggara.Indonesia berpandangan bahwa
negara-negara di Asia Tenggara paling berkepentingan dan bertanggungjawab
terhadap pemeliharaan keamanan di kawasannya. Oleh karena itu, bangsa-bangsa di
Asia Tenggara harus mencegah dan menghalau setiap campur tangan asing yang
negatif dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Pada masa
pemerintahan Soeharto, Indonesia bisa dikatakan adalah pemimpin ASEAN,
kebijakan-kebijakan ekonomi ASEAN sangat tergantung dari cara Indonesia
bersikap. Peran sebagai pemimpin ASEAN sempat memudar saat terjadi krisis
ekonomi karena Indonesia sedang mengalami masalah ekonomi dalam negeri serta
situasi politik dalam negeri yang belum stabil dalam rangka menuju
demokratisasi. Indonesia kembali berperan di era pemerintahan
Presiden
SBY. Melalui momentum terpilihnya Indonesia sebagai Ketua ASEAN pada tahun
2011. Indonesia mulai mengarahkan ASEAN untuk mencapai suatu komunitas ekonomi
yang kokoh di tahun 2015. Indonesia mengarahkan capaian implementasi Piagam
ASEAN dan Cetak Biru Komunitas ASEAN 2015.Sebagai ketua ASEAN tahun 2011,
Indonesia menunjukan kepemimpinan dalam mendorong tercapainya tiga prioritas.
Pertama adalah kemajuan yang signifikan dalam pencapaian komunitas ASEAN 2015.
Kedua adalah dipeliharanya kondisi kawasan Asia-Pasifik yang aman dan stabil.
Serta yang ketiga adalah menggulirkan visi ASEAN untuk sepuluh tahun mendatang
sesuai tema “ASEAN Community in a Global Community of Nations( www.embasy of
Indonesia.org)
Proses
lahirnya kebijakan politik luar negeri Indonesia bebas aktif dan dinamikanya
sejak kemerdekaan hingga masa reformasi, serta peran aktif Indonesia dalam
memelihara perdamaian dunia baik di tingkat regional dan global. Peran tersebut
sesuai dengan komitmen bangsa sebagaimana tertuang dalam alinea ke empat UUD
1945, yang menekankan pentingnya peran Indonesia dalam ikut serta mewujudkan
perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi.